Sejarah Awal Mula Buku Hingga Saat Ini
Sebelum kita mengetahui lebih jauh tentang sejarah awal mula buku, yuk kita lihat pengertian buku terlebih dulu...
Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid
menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar serta
terdiri dari minimal 49 halaman.
Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia
informatika, kini dikenal pula istilah e-book atau buku-e (buku elektronik),
yang mengandalkan komputer dan Internet (jika aksesnya online).
Sejarah Awal Mula Buku
Pada zaman manusia kuno, tradisi komunikasi masih
menggunakan komunikasi lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, doa-doa,
maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan
merupakan ciri yang menandai tradisi komunikasi pada zaman ini. Semuanya dihafal. Semakin hari, semakin
banyak saja hal-hal yang harus dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya
mereka kuwalahan alias tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah
untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai buku
kuno.
Buku kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern
seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu
(prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus
adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil.
Mesir merupakan bangsa yang pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif.
Tulisan hieroglif yang diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa
gambar-gambar. Mereka menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus.
Kertas papyrus bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk
awal buku atau buku kuno.
Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan.
Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini
sungguh merepotkan orang yang menulis maupun yang membacanya. Karena itu,
gulungan papyrus ada yang dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di
British Museum di London yang mencapai 40,5 meter.
Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di kemudian hari mengantarkan
perkembangan bentuk buku mengalami perubahan. Perubahan itu selaras dengan
fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus
berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada
awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba
terlipat yang dilindungi oleh kulit kayu yang keras yang dinamakan codex.
Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang
disamak dan dibentangkan. Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut
perkamen, artinya kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong
dan dibuat berlipat-lipat sehingga lebih mudah digunakan. Inilah bentuk awal
dari buku yang berjilid.
Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang
diapit sampul berlangsung lebih cepat dan lebih sederhana. Bentuknya seperti
lipatan-lipatan kain korden.
Buku-buku kuno itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan
adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan.
Di Indonesia sendiri, pada zaman dahulu, juga dikenal dengan buku kuno. Buku
kuno itu ditulis di atas daun lontar. Daun lontar yang sudah ditulisi itu lalu
dijilid hingga membentuk sebuah buku.
Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya
kertas yang sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku.
Pencipta kertas yang memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai
Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman
Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina.
Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga,
pada abad kedua, Cina menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia.
Sebagai tindak lanjut penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali
merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan.
Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden
Zum Gutenberg.
Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan
ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf
logam yang terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat.
Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun,
tetap saja untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena
mesinnya kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg
mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak.
Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang
ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan
teknik cetak yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada
pertengahan abad ke-20.
Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin
offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu
singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer
sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak
halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas,
scanner (alat pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar
laser hingga bisa diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat
pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang
kemudian di taburi serbuk tinta).
Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah
dicetak dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan
dan desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita
dapati berbagai buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin
menarik.
Bahkan sampai sekarang ini pun, di Indonesia muncul banyak penerbit-penerbit
buku. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab
tak tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan
Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga
ini.
Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan,
betapa penerbit-penerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya.
Tengoklah, di toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan
kita jumpai, berderet-deret bahkan bertumpuk-tumpuk buku-buku baru terbit silih
berganti bak musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang
menawan dari berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan
lebih dulu eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih
kembang-kempis.
Animo masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini
nampak dari banyaknya buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat.
Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang,
sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah
terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu
jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Semakin berkembangnya teknologi, saat ini mulai diusung sebuah teknologi buku elektronik (e-book). ebook muncul karena ada empat faktor, yaitu: pertama adalah pemanfaatan Internet yang semakin meluas diberbagai lapisan masyarakat. Kedua penetrasi piranti komputer terutama tablet yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ketiga, kesadaran masyarakat global yang terus mengkampanyekan hidup harmonis dengan lingkungan (green world). Keempat,
semakin terdesaknya kalangan penerbit yang merasa butuh media
alternatif untuk memasarkan buku-bukunya selain melalui jaringan toko
buku konvensional yang merajai pasar.kini juga memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi sebagai media yang diklaim cukup efektif dalam
merebut pasar secara online.
Refrensi:
Penulisan Buku Teks Pelajaran, Sitepu B.P, PT Remaja Rosdakarya, Jakarta, 2012
http://pandri-16.blogspot.com/2011/11/sejarah-perkembangan-buku-di-dunia-dan.html
No comments:
Post a Comment