Monday 16 December 2013

A Writer’s Block


There is no rule on how to write. Sometimes it comes easily and perfectly: sometimes it’s like drilling rock and then blasting it out with charges – Ernets Hemingway

Writer’s Block merupakan sebuah kondisi psikologis dimana seorang menulis merasa tidak mampu menulis. Penulis tidak mampu menulis. Ya, terdengar lucu memang. Tapi saya rasa setiap penulis pasti pernah mengalami masa-masa ini. Suatu keadaan dimana seluruh ide di otak tidak mampu diterjemahkan ke dalam tulisan. Suatu keadaan ketika semangat menulis menguap entah kemana. Writer’s block, setiap penulis pasti pernah mengalaminya. Bahkan, J.K Rowling saja pernah mengalami kondisi ‘tidak bisa menemukan kata-kata untuk ditulis’.

Penyebab writer’s block ini bermacam-macam dan berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang karena memang secara klinis menderita depresi, ada yang disebabkan oleh tuntutan pada diri sendiri untuk membuat suatu karya yang luar biasa, ada yang disebabkan karena dituntuk menulis banyak hal yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, ada yang disebabkan karena deadline yang terlalu mepet, dan lain sebagainya.

Tapi, tidak perlu panik ketika kita mengalami writers block. Kenapa? Karena panik tidak akan membantu sama sekali. Tenang saja, menurut American Heritage Dictionary, writers block is a ussualy temporary psychological inability to begin or continue work on a piece of writing. Ya, kondisi ini hanya temporary. Sementara. Suatu saat pasti juga akan berlalu. Contohnya, Henry Roth, penulis novel “Call It Sleep”. Novel ini diterbitkan pada tahun 1943. Roth kemudian menerbitkan novel keduanya yang berjudul “Nature’s First Green” pada tahun 1979. Yap, baru 36 tahun kemudian Roth menerbitkan novelnya. Hal ini karena Roth mengalami writer’s block tingkat akut. Tiga puluh enam tahun dan akhirnya berlalu juga. Roth dapat bangkit dan mengalahkan writer’s block yang ia derita.

Anyway, sama seperti penyebab yang bermacam-macam dan berbeda-beda stiap orang, cara untuk mengatasi writer’s block ini pun juga demikian.

Stephen King contohnya, ia menggunakan metafora peralatan bangunan dan pekerjaan fisik untuk menganalogikan kegiatan menulisnya. Coba untuk berpikir bahwa menulis itu sama seperti membangun rumah dan kita adalah pekerja bangunannya. Kalau peralatan yang digunakan oleh para pekerja bangunan itu seperti sendok semen, maka alat yang digunakan penulis adalah laptop, desktop PC, notebook, pena, dan kertas. Kalau bahan yang digunakan oleh para pekerja bangunan itu adalah batu-bata dan semen, maka bagi penulis, bahan yang digunakan adalah kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf-paragraf. Nah jika semua perlatan dan bahan itu sudah tersedia, maka yang perlu penulis lakukan hanyalah duduk! Ya, duduk dan gunakan alat-alat tersebut, keluarkan dan susun saja kata-kata, kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf yang ada. Pada akhirnya, ‘bangunan tulisa’ tersebut akan terbentuk juga.

Namun, untuk melakukan hal seperti itu, jangan terlalu keras pada diri sendiri, ketika kita tidak bisa menghasilkan tulisan yang keren atau kita tidak bisa dengan lancar menulis, biar saja. Jangan malah sibuk memikirkan hal-hal yang tidak penting seperti, ‘Kenapa tulisan aku jadi ancur gini ya?’ atau ‘Kok kemajuan tulisan aku pelan gini ya?’. Tidak perlu. Terus menulis sampai selesai, nanti akan ada kesempatan untuk menyunting.

Jangan memaksakan diri untuk terus-terusan menulis. Kadang-kadang, writer’s block merupakan salah satu tanda bahwa seorang penulis mengalamii kelelahan secara mental.  Segera istirahat. Lalu kembali pada tulisan tersebut beberapa hari kemudian untuk mengedit. Biasanya, setelah beristirahat total, penulis akan lebih bisa menilai tulisan sendiri dengan lebih objektif.

Keluar dari ruang kerja dan mengobrol. Mengobrol dan bertemu dengan orang lain dapat membuat penulis mendapatkan inspirasi. Ya, inspirasi tersebut bisa didapatkan dari perkataan lawan bocara. Bahkan sering kali penulis bisa mengeluarkan opini dan pemikiran yang tidak terpikirkan oleh penulis ketika dia hanya berhadapan dengan laptop.

Untuk mendapatkan inspirasi atau setidaknya perasaan senang, maka penulis pun sebaiknya mendengarkan musik, menonton film atau membaca buku yang penulis sukai. Jangan pernah memaksakan diri untuk menonton atau membaca buku yang tidak disukai, karena akan berakhir pada kelelahan mental.

Cari suasana baru. Terkadang, ketika penulis hanya berada pada ruang kerja yang sama dalam waktu yang lama, penulis akan mengalami kejenuhan. Nah, gak ada salahnya jika mencoba untuk berpindah tempat. Cari tempat yang bisa menenangkan, sehingga inspirasi akan mudah didapatkan.

Ada beberapa penulis yang merasa terbantu dengan mengerjakan beberapa proyek menulis sekaligus. Mereka bisa berpindah dari satu tulisan ke tulisan lain, sebagai bentuk menghindari rasa bosan akan tulisan yang itu-itu saja.

Yang terakhir, tulislah apa yang disukai dan dengan cara yang disuka. Menulislah tanpa beban harus terlihat keren, harus hati-hati, harus laku dijual dan tuntutan lannya. Dengan begitu, penulis akan mampu menulis dengan perasaan senang. Menulis dengan perasaan senang akan sangat membantu penulis, bukan hanya melewati writer’s block, tapi juga melewati rintangan-rintang lain. Lagi pula, ketika seorang penulis menulis dengan mencurahkan hati dan passionnya, perasaan ini akan terasa oleh para oembaca ketika mereka membaca tulisan tersebut.



NB: 
Diadaptasi dari Novel karya Okke ‘Sepatumerah’ yang berjudul ‘Heart Block’.

No comments:

Post a Comment