Krisis demi krisis yang telah
merobohkan satu per satu sendi-sendi bangunan kehidupan di negeri ini, membuat
kita kini begitu merindukan sosok-sosok pahlawan yang dapat mengentaskan kita
dari krisis berkepanjangan yang terus melanda negeri ini. Seperti yang
dikatakan oleh Chairil Anwar bahwa kita begitu merindukan pahlawan yang “berselempang
semangat yang tak bisa mati”.
Sesungguhnya yang dinanti di saat
genting ini adalah kepahlawanan. Pahlawan bukan saja orang yang memanggul
senjata berjuang melawan penjajah di zaman perang kemerdekaan. Bukan pula
penguasa dengan segenap kemewahan dan luasnya wilayah pemerintahan. Pahlawan
adalah orang biasa yang hidup di zamannya masing-masing tetapi mengerjakan
pekerjaan yang besar dan luar biasa. Ia memiliki naluri dan tingkat
sensitifitas yang tinggi terhadap setiap tantangan yang ada. Ia berani
mengambil tanggung jawab karena seorang pahlawan adalah pemberani sejati.
Membahas tentang kepahlawanan
berarti kilas balik kepada masa lalu terlebih pada saat masa kejayaan kaum
muslimin. Pahlawan muslim lahir dan berjanji pada sejarah untuk pantang
menyerah. Mereka hidup dalam semangat dan semangat dalam hidup. Optimisme yang
selalu terjaga dimanapun dan kapanpun berada membawa mereka menjadi pahlawan
dengan kebesaran jiwa. Pantang menyerah, sabar dalam berbagai ujian, menjaga
kesungguhan dan rela berkorban adalah motivasi mereka. Tak sedikit pahlawan
yang hidup dalam tekanan berat tetapi mampu berapresiasi melahirkan karya-karya
besar sebagai kontrol terhadap tanggung jawabnya. Tak jera terhadap ancaman
isolasi, keterasingan, ataupun kesepian karena terbekali dengan kemampuan
intelektual dan spiritual yang tajam.
Pahlawan lahir dan besar dalam
lingkungannya masing-masing. Hanya kepekaan yang besar terhadap pemisah antara
realita dan idealita yang menjadikan mereka lebih dari sekedar orang biasa.
Oleh karena itu, mereka bergerak tertatih dalam kecemasan untuk menciptakan
perubahan dengan meyakini bahwa kesempatan hanya jika terdapat orang-orang yang
menciptakannya. Kadang atau bahkan seringkali mereka mengalami kegagalan, kalah
ataupun musibah tetapi mereka bisa selalu unggul dalam mempertahankan
vitalitas. Vitalitas terseut terbentuk dari perpaduan keberanian, harapan hidup
dan kebesaran jiwa. Para pahlawan pernah sedih dan kecewa tetapi dapat
membingkainya dalam semangat kerja realita.
Pahlawan adalah manusia biasa yang
mempunyai keterbatasan. Ia tak mahir dalam segala hal tetapi mampu profesional
dalam bidangnya. Mereka bekerja pada ruang-ruang kemampuan optimal yang dapat
dikerjakan, tenggelam dalam merealisasikan mimpi-mimpi besarnya dan selalu
menjaga kehormatan dirinya. Bukan untuk sombong, angkuh ataupun tinggi hati,
tetapi karena kehormatan diri harus dijaga agar tidak hanyut dalam gelombang
perubahan zaman.
Kepahlawanan hanya muncul sesaat
tetapi maknanya bisa melebihi usia bahkan generasi selanjutnya. Ia dibangun
dengan berbagai sukses kecil yang akan memperkokoh sukses besarnya. Mereka
selalu optimis dan berpaku pada harap dan cita karana mereka hanya percaya
kesuksesan. Dengan dorongan spiritual, kelembutan dan kebesaran baik dari istri
maupun sang ibu mampu menegakkan tekad yang kadang sempat ragu. Selalu ada
pahlawan yang tepat di setiap masa. Mungkin tak hanya satu karena kontribusi
besar dibangun oleh banyak pahlawan.
Sesungguhnya manusia yang paling
baik adalah manusia yang paling bermanfaat untuk yang lainnya. Itulah para
pahlawan. Mereka mendedikasikan hidup untuk orang lain. Keikhlasan dan tanggung
jawab teremban pada diri yang selalu rasional dan kritis terhadap masyarakat.
Mampu memilah antara kebutuhan pribadi dengan kepentingan publik sehingga apa
yang ia kerjakan tak hanya bermanfaat untuk pribadi. Jika ia berlimpah materi
akan tetap zuhud dan dermawan. Pun jika mereka miskin, itulah pilihan hidup
mereka tanpa melepas kehormatan dirinya. Jadi apa yang mereka miliki menjadikan
sumber berkah bagi semua.
Para pahlawan datang dengan membawa beban
yang tak dipikul oleh manusia lain di zamannya. Dimana beban-beban yang
mereka pikul merupakan tantangan-tantangan besar yang senantiasa mengiringi
derap langkah mereka, sehingga muncullah naluri kepahlawan dari dalam diri
mereka yang kemudian menghasilkan respon terhadap tantangan kehidupan itu
sendiri.
Pahlawan sejati adalah pemberani
sejati, sebab segala tantangan yang senantiasa mengiringi mereka menyimpan
risiko yang tidak kecil dan remeh. Ibarat sebuah pohon bahwa naluri
kepahlawanan sama dengan akar, maka keberanian sama dengan batang pohonnya. Dan
keberanian didukung oleh beberapa kemampuan, yaitu kemampuan berenang,
kemampuan memanah, dan kemampuan berkuda.
Keberanian tak akan dikatakan
sempurna tanpa hadirnya sikap sabar, sebab sabar merupakan nafas yang
menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan di dalam diri seorang
pahlawan (Qs. Al Anfal : 65).
Seorang pahlawan haruslah menjadi
sosok yang mau dan mampu memberi banyak manfaat pada masyarakat. Dan
kaum muslimin mengalami kemunduran, dimana justru orang-orang barat menjadi
semakin maju, hal ini disebabkan oleh kaum barat yang mampu berkorban lebih
besar dibandingkan kaum muslimin.
Para pahlawan sejati telah
mempercayai dan memendam optimisme bahwa mereka sudah berada di bawah bendera
kemenangan, yaitu kemenangan atas rasa takut, kemenangan atas sifat pengecut,
kemenangan atas cinta dunia dan kemenangan atas diri sendiri. Walaupun mereka
belum menyaksikan kemenangan itu sendiri. Karena sesungguhnya Allah telah
menjajikan kemenangan bagi kaum muslimin.
Para pahlawan mukmin sejati menilai
karya mereka dengan bijak, mereka tidak pernah memandang karya-karya besar
mereka secara berlebihan, tetapi mereka juga tidak pernah meremehkan
pekerjaan-pekerjaan kecil yang mereka lakukan.
Para pahlawan mukmin sejati selalu
unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang
gairah kehidupan yang bertalu-talu dalam jiwa mereka. Itulah yang membuat sorot
mata mereka selalu tajam, di balik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat
mereka selalu penuh harapan, di saat virus keputusasaan mematikan semangat
hidup orang lain.
Sesuai dengan kandungan surat
Al-Baqarah: 286, yaitu karena, "Allah membebani seseorang, melainkan
sesuai dengan kesanggupannya... ". Maka dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia diwajibkan untuk berikhtiar hingga batas maksimum kemampuannya,
dimana mencapai batas maksimum kemampuannya adalah seperti halnya mendekati
kesempurnaan dalam beramal.
Peluang kegagalan dalam perjuangan
adalah sama besarnya dengan peluang keberhasilan, sehingga seorang pahlawan
dituntut untuk dapat melampaui kegagalan-kegagalannya dan kemudian dapat
menggapai takdirnya sebagai pahlawan.
Pekerjaan-pekerjaan besar yang mempertemukan
seorang pahlawan mukmin sejati dengan takdir kepahlawanannya, selalu melibatkan
seluruh instrumen kepribadian sang pahlawan ketika ia sedang melakoni pekerjaan
tersebut. Pekerjaan-pekerjaan itu pastilah menyedot energi fisik, jiwa
spiritual, dan pemikirannya. Maka, dalam hal ini seorang pahlawan haruslah
mampu untuk mensinergikan seluruh kecerdasannya, baik kecerdasan intelektual,
emosi, maupun spiritualnya. Dan di balik kebesaran seorang pahlawan terdapat
perempuan-perempuan yang luar biasa, yaitu sang ibu atau dan sang istri.
Selain itu, seorang pahlawan
haruslah benar-benar berazam untuk berjihad demi agama Nya. Dan sesuai sabda
Rasul bahwa jihad yang paling utama adalah Menyatakan kebenaran di depan
penguasa tiran.
Setelah kemenangan digapai, maka
kemenangan/kekuasaan tersebut haruslah diinstitusikan menjadi sebuah imperium.
Selanjutnya ialah bahwa seorang pahlawan mampu bersikap zuhud dan jadilah
pemburu akhirat, maka dengan demikian di terlepas dari fatamorgana dunia.
Pahlawan dengan kekuasaan
spiritualnya ialah ketika seorang pahlawan berkuasa dengan karismanya. Kharisma
yang terbentuk dari gabungan wibawa dan pesona, ilmu dan akhlak, pikiran dan
tekad, keluasan wawasan dan kelapangan dada. Mereka menyebarkan ilmu dan cinta.
Mereka membawa cahaya dan menerangi kehidupan manusia.
No comments:
Post a Comment