Saturday 24 March 2012

Adopter dan Innovativeness


Hubungan adopter dengan innovativeness yaitu seperti kurva S yang digambarkan oleh Rogers:
Adopter adalah orang yang memakai atau menerima suatu inovasi. Adopter dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan inovasi mereka (innovativeness) dan berdasarkan kecepatan mereka mengadopsi suatu inovasi yang diperkenalkan. Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok adopter (penerima inovasi) adalah berdasarkan tingkat keinovatifannya yakni lebih awal atau lebih lambatnya seseorang mengadopsi dibandingkan dengan anggota sistem lainya, sudah banyak dilakukan penelitian. Penelitian difusi yang ada pada umumnya menunjukan bahwa pengadopsian inovasi di dalam suatu sistem sosial mengikuti kurva normal berbentuk lonceng. Jika diukur dari banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu, pada tahun pertama usaha penyebaran adopsi hanya sedikit anggota sistem yang mengadosinya. Pada tahun berikutnya lebih banyak dan lebih banyak. Setelah sampai pada puncaknya sedikit demi sedikit orang yang mengadopsi itu menjadi sedikit hanya beberapa orang saja. Pada saat saat terakhir jika jumlah kumulatif adopter tersebut dipetakan hasilnya adalah kurva adopter berbentuk S. Penyebaran adopter yang mengikuti kurva normal yang telah diuji oleh Rogers.

Berikut adalah karakteristik dari berbagai macam kategori adopter:
1. Inovator: yaitu kelompok orang yang berani, suka berpetualang dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Mereka sangat berpeluang menjadi agen pembaharu/agen perubahan.
2. Awal Adopter (Early Adopter): Kelompok ini selalu mencari informasi tentang inovasi terbaru. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Awal Mayoritas: (Early Majority), Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi. kelompok seperti ini menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas Akhir.(Late Majority): Mayoritas kelompok ini mengadopsi inovasi hanya setelah rata-rata anggota suatu sistem menggunakan inovasi tersebut. Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggards/avoiders: Laggards/avoiders adalah kelompok yang terakhir di dalam suatu sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi. Mereka hampir tidak mempunyai pendapat kepemimpinan. Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.

Prior Condition dalam Difusi dan Inovasi

Pada model proses keputusan inovasi terdapat istilah "prior condition". Apakah maksudnya?

Prior condition adalah kondisi awal atau kondisi sebelum masyarakat menggunakan suatu inovasi. Dengan adanya Prior Condition kita bisa memastikan inovasi tersebut dapat efektif atau tidak dengan cara menerapkkan kepada masyarakat dan melakukan analisis. Prior Condition dapat diartikan pula sebagai keputusan dalam menerima atau menolak suatu inovasi yang melibatkan individu atau masyarakat secara aktif untuk memilih.
prior condition
Kondisi masyarakat sebelum inovasi dapat berperan dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Berdasarkan gambar di atas, Prior Condition itu meliputi 4 macam, yaitu:
1. Situasi awal dari masyarakat: pengalaman akan adanya suatu pengalaman dalam keberadaan adanya berinovasi yang berguna memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya
2. Kebutuhan dan problem : kebutuhan dan masalah awal masyarakat sehingga membutuhkan inovasi untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Innovatiness: tingkat pengaruh penggunaan inovasi sebelumnya di dalam lingkungan masyarakat tersebut.
4. Norma dan nilai: suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem social yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.

Tahapan pengenalan bermula ketika seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang berfungsinya sumber dan saluran komunikasi memberikan stimulus terhadap individu dan kelompok selama keputusan inovasi tersebut masih dalam proses. Pada tahap pengenalan juga dipengaruhi oleh variabel personal seperti tingkat pengetahuan, jenjang pendidikan terakhir, umur, pengalaman, aset produksi yang dimiliki suatu daerah dan jumlah keluarga. Kemudian dipengaruhi juga oleh kesatuan komunikasi yang digunakan di dalam masyarakat tersebut.

Sunday 11 March 2012

Facebook Sebagai Sebuah Inovasi dalam Pembelajaran

A. Pendahuluan


“Indonesia saat ini telah menjadi “the Republic of the Facebook” (Putra, 2009). Itulah headlines yang ditulis oleh Budi Putra mantan editor Harian Tempo yang dirilis oleh CNET Asia portal IT terkemuka di Asia pada awal bulan Januari 2009 lalu (Linkedin.com; 2009). Ungkapan ini terinspirasi oleh perkembangan penggunaan Facebook oleh masyarakat Indonesia yang mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. “Prestasi” ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia (Sahana, 2008).
Demam Facebook menggejala di Indonesia, sebagaimana yang dilaporkan oleh Tempo Interaktif 9 Februari 2009, dimulai pada pertengahan tahun 2008. Bahkan disebutkan juga hingga pertengahan 2007 Facebook nyaris tak dilirik pengguna Internet. Lonjakan pengguna Facebook pada pertengahan 2008 dibuktikan dengan statistik Facebook sebagai situs ranking kelima yang paling banyak diakses di Indonesia. Luar biasanya lagi, “Indonesia tercatat dalam sepuluh besar negara pemakai situs yang mulai dibuka untuk umum pada 2006 ini.” (Wiguna, 2009).
Melihat sepakterjang Facebook yang semakin familiar dan digandrungi oleh pengguna internet di Indonesia. Inilah yang menarik perhatian beberapa golongan untuk memanfaatkan facebook lebih dari sekedar media pertemanan. Beberapa kalangan sudah memanfaatkan facebook sebagai toko online, media promosi dan sebagainya. Bahkan saat ini facebook juga sudah mulai dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Seperti yang dilakukan dalam perkuliahan Difusi Inovasi Pendidikan (DIP) di Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UNJ pada semester 096.
Dalam perkuliahan DIP, facebook dimafaatkan sebagai media diskusi online melalui fasilitas grup yang ada di dalam facebook. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan lebih fleksibel dan tidak terpaku pada kegiatan di dalam kelas.
Namun ternyata, dalam penerapannya masih banyak mahasiswa yang kurang aktif dalam kegiatan diskusi di Facebook,bahkan ada sebagaian mahasiswa yang selalu telat dalam merespon pertanyaan dari dosen. Kemudian beradasarkan hal tersebut muncul opini bahwa  DIP di Facebook dirasakan kurang bermanfaat dan hanya membuang-buang waktu saja sehingga grup diskusi DIP tersebut lebih baik distop saja.
Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Apakah memang benar bahwa kurang optimalnya mahasiswa dalam kegiatan diskusi DIP di Facebook dikarenakan mereka malas, dan merasa kegiatan tersebut tidak berguna atau karena tidak adanya saran dan prasaran bagi mereka seperti sarana akses internet dan komputer.
Penelitian sederhana pun dilakukan untuk memperoleh data mengenai opini mahasiswa terhadap masalah tersebut. Data yang akan dikumpulkan diambil dengan metode Survey dengan memberikan beberapa buah pertanyaan yang diutarakan di Grup Facebook. Responden dalam penelitian ini adalah Mahasiswa DIP Reguler yang berjumlah 31 orang.

B. Hasil

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan kepada mahasiswa MK DIP Reguler semester 096 Teknologi Pendidikan UNJ, dalam grup Facebook “DIP REG 2010” didapatkan data berikut:

Gambar 1

Gambar 1 : Berdasarkan data di atas, dari 31 jumlah mahasiswa yang tergaung dalam MK DIP Reguler, hanya 32% atau 10 orang mahasiswa yang memberikan tanggapan atau menjawab pertanyaan terhadap survey yang dilakukan. Sisanya sebanyak 21 orang mahasiswa belum memberikan tanggapannya.



Gamba
Gambar 2 : Ini merupakan jawaban beberapa mahasiswa atas pertanyaan “apakah Grup DIP di Facebook merupakan suatu Inovasi?” dari data di atasa dapat dilihat bahwa:
- Ada 1 orang mahasiswa yang menjawab “YES” dengan alasan bahwa Grup DIP merupakan sesuatu yang baru dan belum ada dalam perkuliahan sebelumnya.
- Tidak ada mahasiswa yang menjawab “NO”
-  Ada 8 orang mahasiswa yang menjawab “YES & NO”  dengan alasan YES yaitu mengacu pada teori Roges yang mengatakan bahwa inovasi itu merupakan sesuatu yang baru dan menjawab NO dengan mengacu pada teori Reigeluth yang mengatakan bahwa suatu inovasi itu ialah harus berkelanjutan, sedangkan grup ini tidak berkelanjutan.

Gambar 3

Gambar 4
Gambar 3 dan 4 menunjukkan diagram lingkaran dan diagram batang dari hasil survey tersebut yaitu mahasiswa yang menjawab YES berjumlah 2 orang atau 6%. Yang menjawab NO tidak ada. Yang menjawab YES & NO 8 orang atau 26%. Dan yang BELUM MENJAWAB yaitu 21 orang atau 68%.

C. Pembahasan


Berdasarkan data yang saya ambil dari Grup DIP REG 2010 pada tangga 4 Maret 2012 jam 15.30, ternyata ada dua orang mahasiswa yang menjawab “yes” dengan dua alasan yang berbeda pula. Alasan yang pertama mengatakan bahwa DIP merupakan suatu inovasi karena DIP merupakan sesuatu yang baru dan belum ada di perkuliahan sebelumnya. Sedangkan alasan yang kedua berpendapat lebih lengkap lagi yaitu DIP merupakan sesuatu yang baru dalam perkuliahan untuk menyampaikan materi secara menyeluruh sehingga mencapai tujuan akhir.
Dari survey di atasa tidak ada mahasiswa yang menjawab No saja. Kemudian ada 8 mahasiswa yang menjawab “Yes & No” dengan alasan YES yaitu mengacu pada teori Roges yang mengatakan bahwa inovasi itu merupakan sesuatu yang baru dan menjawab NO dengan mengacu pada teori Reigeluth yang mengatakan bahwa suatu inovasi itu ialah harus berkelanjutan, sedangkan grup ini tidak berkelanjutan.
Lalu apa sebenarnya inovasi itu? Ada dua teori penting Inovasi yaitu teori Inovasi Rogers dan teori Inovasi Reigeluth. Teori inovasi yang dikemukakan oleh Rogers adalah suatu gagasan, praktek, atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi. Tidak penting, perilaku manusia sejauh yang bersangkutan, apakah ide adalah "obyektif" baru yang diukur dengan selang waktu sejak penggunaan pertama atau penemuan. Kebaruan yang dirasakan dari ide bagi individu menentukan reaksi nya untuk itu. Jika ide tampaknya baru untuk individu, adalah inovasi. (M. Rogers, 1983:11).   
Inovasi yang dikemukakan oleh Charless Reigeluth adalah suatu proses perubahan secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam mencapai suatu tujuan tertentu dimana hal ini dilakukan untuk memperbaiki sistem yang telah ada sebelumnya dengan melibatkan berbagai aspek agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Reigeluth juga mengemukakan tentang teori elaborasi pada tahun 1970-an. Teori elaborasi menurutnya adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi.
Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini:
•Terdapat urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
•Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.
•Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
•Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi (2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6) strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa.

D. Kesimpulan
Sebagian besar mahasiswa umumnya setuju jika grup DIP dalam Facebook ini merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran. Hanya saja, ada beberapa mahasiswa yang kurang aktif dan selalu telat dalam memberi respon di grup DIP. Hal itu ternyata bukanlah dikarenakan mereka tidak malas atau tidak setuju akan pemanfaatan Facebook sebagai suatu media belajar. Hanya saja sebagian dari mahasiswa jarang membuka Facebook karena sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti terbatasnya dana dan tidak adanya akses internet.
Maka disarankan agar pemanfaatan Facebook dalam kuliah DIP ini berjalan optimal, lebih baik diberi penjadwalan yang disepakati oleh semua pihak sehingga semua pihak lebih siap dan dapat berpartisipasi lebih baik dalam diskusi-diskusi selanjutnya di Facebook dan agar Inovasi dari adanya Grup di Facebook lebih terasa bagi semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah DIP di Teknologi Pendidikan UNJ.



Sumber:
http://grelovejogja.wordpress.com/2009/03/29/fenomena-facebook-di-indonesia/#comment-6824
http://www.facebook.com/groups/168239919956693/